
Sebuah warung kaki lima di sudut jalan menjadi saksi bisu akan sejuta cerita setiap harinya. Di antara ramainya pengunjung, terdapat kisah menarik tentang seorang pria bernama Budi yang tanpa sengaja menemukan pelajaran berharga tentang kebaikan pada makhluk Tuhan, melalui kisah kucing-kucing liar yang berkeliaran di sekitar warung.
Setiap malam, warung kaki lima itu menjadi tempat makan favorit Budi. Suasana ramai dan hidangan lezat membuatnya betah berlama-lama di sana. Namun, di tengah keceriaan itu, Budi tak bisa mengabaikan keberadaan kucing-kucing liar yang juga berbagi ruang dengan pengunjung manusia.
Kucing-kucing itu, dengan bulu abu-abu mereka, berkeliling di antara meja dan kursi, mengeong-ngeong meminta sisa-sisa makanan dari para pengunjung. Sayangnya, tidak semua orang memiliki hati untuk memberikan perhatian pada makhluk-makhluk kecil tersebut. Beberapa pengunjung lebih memilih mengusir dan bahkan ada yang secara kasar menendang kucing-kucing itu.
Suatu hari, mata Budi tertuju pada adegan yang membuatnya terpukau dan sekaligus tersentuh. Seorang bapak tua sedang menikmati hidangannya, ketika tiba-tiba kucing berbulu abu-abu mendekatinya. Kucing itu mengeong dengan harapkan sesuatu, namun reaksi bapak tua tersebut tak seperti yang diharapkan. Dengan tiba-tiba, bapak itu menyiramkan air ke arah kucing tersebut.
Takut dan kebingungan, kucing itu segera berlari menjauh. Kejadian itu membuat Budi merasa prihatin. Namun, apa yang terjadi selanjutnya mengubah pandangannya tentang kebaikan dan empati pada makhluk hidup.
Seorang pegawai warung yang melihat insiden tersebut tidak tinggal diam. Ia mendekati kucing yang masih ketakutan dan memberikannya sepotong daging ikan. “Duh, kasihan ya kamu, belum makan?” ucapnya sambil mengelus lembut kepala kucing itu. Kucing itu, seolah merasakan kebaikan, menggosokkan kepala ke kaki pegawai tersebut sebagai ungkapan terima kasih.
Budi yang menyaksikan adegan itu merasa tersentuh. Ia pun berbincang dengan pegawai tersebut. “Itu kucing sini, kak?” tanya Budi. Pegawai itu menjawab, “Iya, ini kucing liar yang sering berkeliaran di sekitar sini.”
Budi penasaran, “Memang sering diberi makan?” Pegawai warung menjawab dengan senyum, “Iya, kasihan mereka dari kecil berkeliaran. Makanya sering kami beri makan. Itung-itung berbuat baik sama binatang. Kan mereka makhluk Tuhan juga.”
Jawaban sederhana dari pegawai warung itu membuka mata Budi tentang kebaikan kepada sesama makhluk hidup. Ia menyadari bahwa bahkan tindakan sekecil memberi makan kucing-kucing liar bisa menjadi suatu bentuk kebaikan yang sangat berarti. Mulai dari situ, Budi berencana untuk melakukan hal serupa.
Keesokan harinya, Budi kembali mengunjungi warung kaki lima itu. Namun, kali ini ia tidak hanya datang untuk menikmati hidangan lezat, tetapi juga membawa makanan khusus untuk kucing-kucing di sekitar warung. Tindakan kecilnya tersebut menjadi awal dari perubahan kecil namun berarti di lingkungannya.
Artikel ini mengajarkan kita bahwa kebaikan tidak harus selalu besar dan spektakuler. Terkadang, tindakan kecil seperti memberi makan pada makhluk-makhluk kecil di sekitar kita bisa membawa dampak besar dan memberikan inspirasi kepada orang lain. Semoga kisah ini mengingatkan kita akan pentingnya empati dan kepedulian terhadap sesama makhluk, sekaligus mengajak kita untuk berbagi kebaikan dalam bentuk yang paling sederhana sekalipun.